Senin, 03 Desember 2012

Sang Pahlawan Pendidikan

Dalam rangka memperingati hari pahlawan (10 Nopember) dan hari guru (25 Nopember), saya mencoba untuk membuat sebuah coretan kecil tentang keduanya, pahlawan dan guru. Dua sosok ini adalah sosok pengubah bangsa. Dalam arti sempit (menurut pengertian pribadi), pahlawan adalah orang yang membela tanah air dan berusaha membebaskan bangsa dari penjajahan. Dan guru adalah orang yang membagikan ilmu dan, juga, pengalaman pada kita. 


Apa hubungannya? Sering kita dengar bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, guru memang pahlawan yang berusaha untuk membebaskan bangsa dari penjajahan yang bernama "kebodohan". Apa kriteria guru dapat disebut pahlawan?Berikut sedikit coretan-coretan dari saya (jika ada yang salah, mohon dikoreksi-sedikit catatan bahwa coretan ini telah memenagkan sebuah lomba artikel populer):

Jika kita mendengar kata “guru”, bayangan kita akan lari pada sesosok “Oemar Bakrie” yang dinyanyikan oleh penyanyi kawakan Iwan Fals yang mencoba mendeskripsikan guru. Guru sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya pembimbing. Dalam bahasa Jawa, guru adalah “digugu lan ditiru”, artinya didengarkan dan dicontoh. Guru merupakan panutan bagi anak didiknya atau bahkan lingkungan sekitarnya.

Menurut wikipedia, guru adalah seorang pengajar suatu ilmu, dan dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan melatih anak didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Guru pertama kita adalah orangtua, dan guru, baik formal maupun informal, adalah representasi dari orangtua.

Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.

WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.

Amanat Bapak Pendidikan sekaligus Menteri Pengajaran (Pendidikan)  pertama Indonesia, Ki Hajar Dewantara, guru seharusnya “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”, di depan dia harus memberi teladan, di tengah dia harus bisa membangun, dan di belakang harus bisa memberikan dorongan. Dengan menjalankan amanat tersebut, generasi terbaik bangsa dapat lahir.

Guru merupakan salah satu unsur dalam sistem pendidikan, dan merupakan unsur terpenting dan terdepan dalam penentuan hasil akhir dari sebuah proses pembelajaran. Guru berhubungan langsung dengan masa depan sebuah bangsa. Namun juga guru harus mengikuti sistem yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang masih mengandalkan sisi akademik, namun dari sisi moral kurang tersentuh.

Guru memiliki sifat-sifat dari seorang pahlawan, namun ada beberapa oknum tertentu yang kurang bisa menyesuaikan diri dengan sifat pahlawan tersebut, sehingga dalam melakukan pengabdian hanya setengah hati. Namun itu juga tidak bisa disalahkan, karena sangat manusiawi jika guru mempunyai kebutuhan hidup.

Akan tetapi masih ada sosok pahlawan dalam hati sanubari guru yang dengan bermodalkan dedikasi dan semangat yang luar biasa mendidik dan mengajar siswa dengan gaji yang minim demi kemajuan bangsa. Mereka tidak mengharapkan gelar. Biarlah Ibu Pertiwi sebagai saksi bisu dan jasa mereka akan selalu terkenang dalam sanubari anak didiknya. Guru hendaknya tidak hanya mengajar sekaligus pembelajar, Guru adalah pekerja sosial yang bertugas mencerdaskan anak didiknya bukan mengutamakan komersil belaka. 

Pahlawan jaman dulu berjuang melawan kemerdekaan saat ini Indonesia sudah merdeka sebagai generasi penerus bangsa kita tinggal meneruskan cita-cita pahlawan melalui pendidikan. Guru sebagai pejuang pendidikan mereka berjuang melawan korupsi dan kolusi melalui tindakan, pengajaran, inovasi. Metode pengajaran yang hanya satu arah, diubah dengan metode dua arah, dimana terjadi interaksi antara guru dan murid. Dan tidak hanya mementingkan nilai akademik saja, namun juga pendidikan moral bermasyarakat.
Tetap pegang teguh amanat Ki Hajar Dewantara “ing ngarso sung tuladha,ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.

Kamis, 29 November 2012

Tes Posting dari Mobile

Ini posting pertama dengan menggunakan perangkat mobile. Dengan ini, mudah-mudahan bisa nulis lebih aktif

Kamis, 07 Juni 2012

Cangkrukan Bareng Minak Jinggo (Ketika Janji Sang Pemimpin Hanyalah Janji)

"Dayuuuuun....Dayuuun...", kata Adipati Minak Jinggo pada pembantu setianya. "Dawuh boz'e", jawab Dayun, seketika itu pula penonton tertawa bareng. Kemudian sang adipati berkeluh kesah tentang sejarahnya yang telah menang sayembara dan berjasa pada Majapahit karena telah berhasil menumpas pemberontakan "Kebo Maring Cerewet", kata Minak Jinggo, "Kebo Marcuet", ujar Dayun. "Yo iku", balas Minak Jinggo.  Kebo Mercuet adalah seorang adipati sakti mandraguna yang memiliki sepasang tanduk di anunya (baca: kepalanya) yang memberontak pada Majapahit. Telah banyak ksatria yang dikirimkan oleh Majapahit, tapi selalu gagal. Ini mirip dengan kisah Ksatria Penakluk Naga di Eropa, sama-sama punya tanduk, tapi yang satu naga, yang satu kebo.

Hadiah yang dijanjikan oleh pemimpin Majapahit saat itu, Ratu Kencana Wungu, seorang pemimpin perempuan yang sangat cantik, adalah menjadikan sang ksatria menjadi suami dan diberikan kekuasaan atas tanah yang telah dikuasai Kebo Marcuet di bumi Blambangan, Banyuwangi. Namun, yang terjadi adalah penolakan sang ratu untuk menepati janjinya menjadikan Raden Jaka Umbaran aka Minak Jinggo menjadi pendamping hidup sang ratu ayu. Penolakan ini disebabkan karena Jaka Umbaran yang dahulu mempunyai wajah seperti gabungan antara Brad Pitt dan Tom Cruise, memiliki tubuh sekekar Arnold Schwazeneger di film Terminator I, II, dan III, sekarang dengan kondisi wajah rusak akibat dijiwiti Kebo Mercuet, badan membungkuk akibat kesaktian sang musuh, dan kaki pincang. Kondisi ini membuat sang ratu ayu yang dulu terpikat menjadi terpana kemudian batuk (apa hubungannya?).

Janji yang teringkari (kira-kira kalo dijadikan sinetron berjudul demikian) membuat Minak Jinggo marah terhadap pemimpin yang dulu ia hormati dan puja. Tanah Blambangan secara otomatis telah ia kuasai. Minak Jinggo beristrikan Dewi Puyengan dan Dewi Wahita saat menjadi adipati Blambangan. Dia terus mencari perhatian dan menagih janji sang ratu dengan melakukan pemberontakan dan perebutan daerah kekuasaan Majapahit. Daerah yang direbut hingga ke Lumajang, Probolinggo, Situbondo (CMIIW).
Untuk mengatasi "pemberontakan" Minak Jinggo, Sang Ratu membuat sayembara lagi, barangsiapa (siapa?) yang dapat menaklukkan Minak Jinggo akan dijadikan suami dan raja di Majapahit.

Tersebutlah Damarwulan, seorang tukang rumput yang bekerja di Patih Loh Gender. Orang ini sangat tampan sehingga putri Patih Loh Gender, Dewi Anjasmoro, terpikat hatinya. Damarwulan bersedia untuk melawan Minak Jinggo. Sesampainya di Blambangan, perang sengit terjadi antara Damarwulan dan Minak Jinggo. Damarwulan terdesak, dan Minak Jinggo telah siap-siap untuk membunuhnya. Tapi itu diurungkan karena Minak Jinggo telah tahu bahwa nantinya akan ada adik kandungnya yang akan datang untuk memeranginya. Setelah dijelaskan semua oleh Minak Jinggo pada Damarwulan siapa dirinya, dirimu, dan diriku, Damarwulan sangat terkejut. Dia langsung menghaturkan permintaan maaf pada sang kakak. Minak Jinggo kemudian menyerahkan senjata andalannya, Gada Wesi Kuning, dan mahkotanya pada Damarwulan sebagai bukti jika Damarwulan telah mengalahkannya kepada Ratu Kencana Wungu. Minak Jinggo kemudian pergi untuk menyusul ayah mereka yang menjadi pandhito.

Pelajaran yang dapat saya ambil dari cangkrukan kali ini adalah, bagaimana bahayanya lidah kita, apalagi jika kita pemimpin. Teringat di dunia nyata, bagaimana pemimpin kita hanya mengumbar janji-janji plesetan. Rakyat menjadi kecewa dengan pemimpinnya. Dan semakin banyak protes yang dilakukan rakyat, tapi tak didengar. Dan kita juga tidak serta merta menyalahkan rakyat jika mereka berbuat onar/separatis. Hmmm....berat juga jadi pemimpin. Aku saja masih mencoba untuk jadi pemimpin yang baik bagi diriku sendiri maupun keluargaku. Teringat kisah Umar bin Khattab ketika diangkat menjadi khalifah, beliau menangis tiga hari tiga malam memohon ampun dan petunjuk dari Sang Raja Manusia, padahal beliau termasuk orang yang ditakuti dan disegani oleh kawan dan lawan. Tapi sekarang? Anda bisa melihat dan menilai sendiri.....hufffttt....

Hmmm...lumayan malam minggu dapat tontonan gratis. Bagi teman-teman yang suka akan budaya tradisional Jawa Timur, monggo hari Sabtu malam dan Minggu pagi (biasanya ada) datang ke Gedung Cak Durasim (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jatim). Daripada ke mall-mall nagbisin tenaga cuma beli es teh aja trus muter2 sampai tehnya abis....

Adipati Minak Jinggo (H. Kirun) n Dayun, sangar....

Damarwulan ketahuan disembunyikan oleh dua istri Minak Jinggo...o...o...

Damarwulan kalah oleh Minak Jinggo

Minak Jinggo menjelaskan bahwa dia adalah kakaknya....adolfo...(koyok telenovela)...

Para pelestari....

Why so serious?




Selasa, 29 Mei 2012

Mengenang Kejayaan Jl Tunjungan di Surabaya Urban Culture Festival

Surabaya Urban Culture Festival (SUCF) 2012 digelar dengan mengangkat budaya khas Surabaya pada Minggu, 27 Mei 2012 di sepanjang jalan Tunjungan. Ini ditujukan untuk menghidupkan kembali Jalan Tunjungan yang mempunyai nilai sejarah bagi warga Surabaya. Hingga tahun 80an, jalan ini merupakan pusat denyut nadi Surabaya. Mulai dari Siola (sekarang Tunjungan Center) hingga Hotel Majapahit.

Surabaya Urban Culture Festival persembahan Suara Surabaya menyambut Hari Jadi Kota Surabaya ke 719, merupakan serangkaian pesta budaya yang khas Surabaya dengan melibatkan Pemerintah Kota Surabaya dan Polrestabes Surabaya.

Rangkaian kegiatan Surabaya Urban Culture Festival meliputi Lomba Tata Rias Remo diikuti 1.000 orang dan dilanjutkan Flash MOB menari Remo secara massal di Jalan Tunjungan. Yang unik yang saya lihat adalah beberapa pejabat kota Surabaya dan beberapa anggota kepolisian juga berpartisipasi dalam Ngremo massal ini. Hmmmm.....salut....salut....prok...prok...prok.... Acara semakin meriah dengan ditampilkan juga Lomba Musik Patrol, Parikan dan Ludruk.

Pengunjung juga diber kesempatan untuk masuk ke dalam Hotel Majapahit yang sudah terkenal dengan peristiwa di-konversi-nya bendera tiga warna menjadi Sang Dwi Warna Merah Putih. Pengunjung hanya diperbolehkan masuk ke dalam lobi hotel dimana terdapat pameran foto Surabaya Tempo Doeloe yang dikomparasikan dengan Surabaya saat ini. Akhirnya kesampaian juga masuk ni hotel (sampai bisa foto-foto lagi...)

Untuk melengkapi kegiatan Surabaya Urban Culture Festival, Suara Surabaya juga melibatkan Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) menampilkan Festival Panganan Suroboyo. Juga terdapat pameran produk-produk dari UKM-UKM yang ada di kota Surabaya. 

Tidak hanya kafe-kafe saja, sebelum masuk ke area Jl Tunjungan, tepatnya setelah memarkir kendaraan, terdapat beberapa warkop dan pedagang kaki lima yang menawarkan makanan dan jajanan khas rakyat Surabaya. Yang aku coba sih cuma tahu campur dan satu gelas teh hangat. Namun itu bertambah nikmat dengan suasana yang rame.... Nah, ini namanya pasar malem persis ketika aku masih kecil.

Pada saat pertunjukan ludruk yang dimainkan oleh adik-adik dari SMKN 9 Surabaya (baru tahu kalo ada jurusan peludrukan, tapi salut lah, jangan sampai ludruk jatuh ke tangan musuh...loh...?). Ya, semoga masih ada generasi-generasi penerus kesenian kita. Hmmm....ingin ikutan juga sih, tapi aku sudah ada yang punya..????

Semoga tahun depan ada acara yang serupa, karena rakyat Surabaya butuh hiburan yang merakyat dan tentu saja GRATISSS (tidak termasuk makan dan minum). Surabaya sudah cukup dengan mall, sudah terlalu banyak, sudah cukup....hentikan.....(sinetron mode: on).

Sang Penerus....

Hotel Pavilijoen Gentengstraat

Sisa-sisa Kejayaan Tunjungan

Pak Polisi Tetap Asyik Pakai Baju Remo

Sang Saksi

Sang Saksi (lagi)

Lobi Hotel Majapahit

Ini Kemarin Bukan Tahun 1945

Senin, 28 Mei 2012

Ngisengi Taman RTH Perumahan SDR

Lagi iseng-iseng di taman dekat rumah, dan dengan peralatan seadanya (kamera digital Sony DSC-S730 keluaran tahun 2009), dan model juga seadanya, dan untungnya lokasi/spotnya ndak usah jauh-jauh, 'coz perumahan SDR (Sukolilo Dian Regency) sudah menyediakan taman...yah lumayan lah buat iseng-iseng....kapan-kapan klo ada rejeki lebih (tentunya setelah dikurangi sedekah dan pajak 10%) beli kamera DSLR...rock n roll, baby...

senyum...cheese...

hmmm....

berburu ubur-ubur

hmmm (lagi).....

ta...ta...ta...

hik...hik...hik...

geli ma....

senyumnya tu loh

model dadakan tapi lumayan daripada lumanyun

peralatan seadanya, software edit seadanya

cheese lagi...

main...main...

to be continued, mas bro....

Belajar Jadi Ibu...

Hotel Majapahit
Banyak sekali momen saat hamil, melahirkan, sampai bayiku sudah lahir. Penuh suka dan duka walaupun duka semuanya tertutupi oleh suka cita, karena Tuhan memberikan anugerah kepadaku yaitu akhirnya telah tiba saat yang dinantikan bayi mungil dan lucu lahir dari rahimku. Awal hamil aq mual ga doyan makan sampai2 aq mual dengan suami tapi aq merasa aneh kok bsa aq rasanya mau muntah dengan baunya, tapi itu dah brakhir sampai 3 bulan saja....slanjutnya aq doyan makan trus suka jalan kluar malam cari makan tiap bulan kontrol ke dokter (tentunya spesialis kandungan) di sekitar jalan karang menjangan. Senanggg.. banget lihat jabang bayi bergerak2 di USG, tak sabar ingin menimangnya. Setiap pulang dari kontrol, aq dn suamiku pasti diskusi ttg khayalan kami ttg anak kami. Di jalan, sambil naik motor, kami tertawa-tawa sambil pasang muka sok imut....